Home | Sejarah | Pimpinan | Inti Ajaran | Artikel | Arsip | Kontak Kami
Opini Aktual

Jumat, 29 Januari 2016

Jangan Menjadi Seperti Ahli Kitab Yang Kafir

Ketika Ahmad bin Abdullah (yang kemudian diangkat menjadi Nabi Muhammad saw) dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal 53 sebelum Hijriah atau tanggal 20 April 570, sebagian besar masyarakat di jazirah Arab adalah penganut keyakinan penyembah berhala. Meskipun saat itu sebenarnya sudah ada agama yang diturunkan Allah melalui Rasul-Rasulnya dan juga sudah ada kitab sucinya seperti Taurat, Zabur dan Injil.

Di kota Mekkah sendiri masih terdapat praktek ritual agama Ibrahim, seperti menunaikan ibadah haji dengan berkunjung ke Ka’bah. Hanya saja praktek ritual ibadah tersebut masih dicampur adukan dengan praktek ritual penyembahan berhala.

Tuntunan dari Allah yang tercantum dalam kitab suci Taurat, Zabur dan Injil tidak menyentuh masyarakat Arab waktu itu dan juga sebagian besar masyarakat di belahan dunia lainnya. Pada saat itu di India, Sri Langka, Campa, Melayu dan di Nusantara tidak ada sama sekali jejak penyebaran ajaran Taurat, Zabur dan Injil, meskipun kitab suci tersebut telah diturunkan ratusan tahun lamanya.

Apa yang terjadi dengan ajaran Tauhid dalam kitab suci Taurat, Zabur dan Injil saat itu?

Pada saat Rasullullah saw dilahirkan, waktu itu ajaran kitab suci itu dimonopoli oleh segelintir ulama yang diistilahkan Allah sebagai Ahli Kitab. Segelintir ulama yang sebagian besar dari kaum Yahudi ini memonopoli ajaran agama sepeninggal Rasul-Rasul Allah. Mereka lah yang menentukan apakah suatu ajaran atau keyakinan tertentu itu sesat atau tidak, Ahli Kitab adalah orang-orang yang berhak untuk mengeluarkan fatwa tentang agama. Jadi agama adalah monopoli dan wewenang dari para Ahli Kitab.

Celakanya ternyata banyak diantara Ahli Kitab ini yang menyembunyikan sebagian ayat Allah dalam kitab suci, mengubahnya dan menonjolkan sebagian ayat Allah lainnya demi untuk kepentingan pribadi ataupun golongan.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS 3:71)

Bahkan ketika suatu saat lahir seorang Rasul Allah yang bernama Isa al-Masih as, para Ahli Kitab itu kemudian mengeluarkan fatwa sesat. Sehingga dengan fatwa tersebut lah maka gubernur Romawi di wilayah Yudea memerintahkan hukuman mati untuk Nabi Isa as dengan cara disalib.

Mengapa mereka para Ahli Kitab pada zaman itu memiliki sifat dan perilaku seperti itu? Padahal mereka adalah orang-orang terpelajar, para alim ulama yang memiliki ilmu agama. Tidak lain adalah karena mereka sudah tergelincir dan terhasut oleh bujuk rayu iblis. Iblis lah yang mempengaruhi mereka.

Setelah Islam didiajarkan oleh Nabi Muhammad saw, dan kemudian Nabi Muhammad saw wafat. Maka taktik dan strategi yang sama sepertinya diterapkan oleh iblis untuk menggelincirkan manusia dari jalan yang lurus, yaitu dengan menghasut sebagian para ulama untuk berperilaku sebagaimana perilaku Ahli Kitab yang dibenci Allah pada zaman dahulu.

Nah, dengan demikian para ulama saat ini, siapa pun mereka. Apabila mereka berkelakuan dan memiliki karakter yang sama dengan para Ahli Kitab pada zaman dahulu itu, maka mereka adalah tergolong Ahli Kitab yang dibenci oleh Allah juga.

Apa indikasinya bahwa ada ulama saat ini yang memiliki karakter seperti Ahli Kitab? Tidak semua, akan tetapi ada indikasinya bahwa sebagian dari ulama saat ini ada yang menggiring umat untuk memiliki faham yang liberal, bebas, ada juga yang mendorong umat untuk tampil lebih militan, beringas dan radikal. Sesuai dengan misi dan karakter dari masing-masing golongannya.

Sebagian lagi dari ulama mendirikan partai politik, dengan maksud untuk dapat menerima kekuasaan sehingga dapat dijadikan sarana untuk mewujudkan misi dari kepentingan golongannya sendiri. Sebagian lagi ada juga yang mengaitkan urusan agama ini dengan bisnis, seperti perniagaan, bisnis entertainment, bisnis tour haji dan umroh atau bisnis ceramah dan seminar.

Sebagian kecil lainnya ada juga yang gemar untuk mengeluarkan fatwa. Fatwa tentang apakah suatu ajaran itu sesat atau tidak, fatwa apakah sesuatu itu halal atau haram atau fatwa tentang kebijakan jaminan kesehatan dari pemerintah.

Dan indikasi yang paling berat saat ini adalah: dari sebagian besar ulama yang mengklaim dirinya sebagi pewaris nabi diantara mereka tidak pernah ada yang berusaha untuk berkomunikasi dengan Allah. Mereka tidak tahu apakah yang diinginkan oleh Allah pada saat ini, kebijakan apa yang hendak diterapkan Allah saat ini. Mengapa? Karena mereka tidak tahu dan tidak pernah berusaha untuk mendengar dan mendapat bimbingan dari Allah. Mereka itulah orang yang buta dan tuli, maka bagaimana mungkin mereka bisa memberikan cahaya dan terang kepada umat?

Demikianlah para Ahli Kitab itu, apabila mereka mengeluarkan fatwa dan anjuran maka hal itu adalah didasarkan kepada penafsiran dan pendapat mereka tentang ayat-ayat Kitab Allah. Tidak pernah berdasarkan petunjuk Allah saw, sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi, Rasul dan para Wali. (AK/ST)


Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 20.32