Rabu, 12 Oktober 2016
Mengendalikan Keinginan
Manusia terdiri dari jasmani dan ruhani, dimana jasmani manusia tersusun antara lain dari daging, darah yang mengalir, tulang dan kulit. Keseluruhan bagian dari tubuh manusia tersebut hidup karena digerakan oleh Yang Maha Hidup. Nah, masing-masing dari bagian tubuh manusia yang hidup tersebut memiliki keinginan dan kecenderungannya masing-masing. Seperti keinginan untuk makan dan minum, keinginan untuk melampiaskan amarah, keinginan untuk merasakan kenikmatan, dan lain-lain.
Keinginan yang berasal dari jasmani manusia itu disebut sebagai keinginan hawa nafsu manusia. Dalam hal ini, semua keinginan yang bersumber dari hawa nafsu manusia tadi harus dikendalikan, sebab apabila tidak dikendalikan maka keinginan tersebut akan dapat menjerumuskan dan membawa kerusakan atau kejahatan. Sebagaimana perkataan Nabi Yusuf as berikut ini:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS 12:53)
Adapun ruhani manusia adalah sumber dari ilham dan pengertian tentang yang baik dan yang buruk, sehingga dari keseluruhan keinginan yang ada tersebut tadi, maka manusia diberi kebebasan untuk memilih dan mengendalikan keinginan manakah yang akan diperturutkannya.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS 91:8-10)
Apabila manusia memperturutkan segala jenis keinginan yang bersumber dari hawa nafsunya, maka sudah pasti jiwa orang tersebut akan kotor, dan Allah tidak akan merahmati keinginannya tersebut. Akan tetapi apabila sebelum menuruti keinginan tadi, manusia meminta pertimbangan dan petunjuk Allah melalui hati nuraninya yang paling dalam, maka keinginan tersebut akan mendapat rahmat Allah swt. sebagaimana isi dari ayat QS 12:53 tadi di atas.
Dalam hal mengendalikan keinginan ini, guru kita senantiasa mengajarkan murid-muridnya untuk dapat mengendalikan keinginan. Memanjatkan do’a kepada Allah swt agar diberikan umur yang panjang, diberikan rezeki yang melimpah ruah, dan dimasukan ke dalam surga, bisa jadi merupakan perwujudan dari memperturutkan keinginan hawa nafsu manusia. Karena umur yang panjang belum tentu akan dapat membawa kebaikan, demikian juga dengan rezeki yang melimpah.
Berdoa memanjatkan keinginan agar di akhirat kelak kita dimasukan ke dalam surga dengan niat agar supaya nanti bisa meraih kenikmatan dan kebahagiaan hidup, bisa jadi adalah merupakan perwujudan dari menuruti keinginan hawa nafsu belaka. Hawa nafsu yang senantiasa cenderung dan gemar dengan segala bentuk kenikmatan.
Padahal motivasi dan harapan para Nabi dan Rasul serta orang-orang yang beriman agar kelak Allah mengaruniai surga kepadanya, adalah bukan untuk meraih kenikmatan hidup, melainkan untuk tujuan beribadah dan mengabdi kepada Allah swt.
Itulah mengapa guru kita tidak pernah mengajarkan atau memerintahkan murid-muridnya untuk berdoa memanjatkan permohonan kepada Allah swt agar nanti kelak dimasukan ke dalam surga.
Pertama , karena prinsip Tauhid yang diajarkan guru mengharuskan kita semua untuk mempasrahkan segala urusan hidup dan kehidupan di dunia dan di akhirat kelak kepada Allah swt. Sehingga meminta surga dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan ikrar yang telah diucapkannya itu.
Kedua, karena surga bukanlah sesuatu yang harus diminta dan dituntut, sebab tidak peduli seberapa besarnya pahala dan amal kebaikan yang telah dilakukan oleh seorang manusia tidak mungkin amalan tersebut bisa sepadan nilainya dengan nilai surga.
Barangsiapa yang telah mampu menekan dan mengendalikan keinginan yang bersumber dari hawa nafsunya sendiri, maka orang tersebut biasanya akan menuruti keinginan yang bersumber dari hati nuraninya yang terdalam. Keinginan tersebut itulah yang disebut sebagai keinginan luhur.
Boleh jadi keinginan luhur seperti itu sejalan dengan keinginan Allah swt, sehingga orang tadi laksana kepanjangan tangan dari Allah saja dalam hal melaksanakan dan mewujudkan keinginanNya. Itulah yang dinamakan Khalifah Allah di muka bumi, insan kamil. (AK/ST)
Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 23.24