Senin, 28 November 2016
Jangan Jadikan Indonesia Syria Kedua
Apabila Anda melihat seluruh peristiwa dan kejadian di muka bumi ini lebih luas lagi, maka anda akan memahami kenyataan yang sesungguhnya, hakekat dari semua peristiwa besar di akhir zaman ini. Perang Afghanistan melawan Rusia, perang saudara di Libya, konflik dalam negeri di Mesir hingga perang melawan ISIS di Syria dan Iraq.
Di tahun 1998 lalu, AS membantu perjuangan Mujahidin Afganistan dalam perang melawan Rusia dengan memasok sebagian besar persenjataan bagi Mujahidin. Demikian juga pada tahun 2012, AS membantu ISIS dengan memberikan suply obat-obatan dan senjata untuk melawan pemerintahan Syria dibawah Bashar al-Assad. Kala itu AS pun mengirimkan Kapal Perang : USS Mahan, USS Gravely, USS Barry, USS Rampage, dll untuk memaksa Syria menghentikan aksi kekerasannya terhadap ISIS.
Keseluruhan peperangan tersebut kalau kita selidiki pada hakekatnya bukanlah masalah agresi, masalah agama atau konflik demi untuk mewujudkan demokrasi atau suatu keyakinan tertentu. Keseluruhan peristiwa tersebut sesungguhnya dipacu oleh kepentingan besar yang menginginkan keuntungan besar dibalik setiap pertikaian. Kepentingan bisnis dan keuntungan besar dari setiap konflik, mulai dari bisnis senjata, pertahanan, sumber daya alam seperti minyak, dan sebagainya yang bisa mendatangkan uang milyaran dollar.
Setelah Uni Soviet ambruk dan perang dingin usai, maka yang menjadi musuh utama AS saat ini sesungguhnya adalah China. Bukan Islam atau masyarakat muslim. Saat ini lebih dari 60% barang konsumsi di AS diimpor dari China, sedangkan sebaliknya di China perusahaan dan investasi AS dibatasi, Google dilarang dan pangsa pasar Apple terus merosot di China.
Dengan kemenangan Donald Trump dalam pilpres di AS, sebagai presiden AS berikutnya Donald Trump akan menerapkan pajak bea masuk yang lebih besar bagi produk-produk China, sebagaimana janji kampanyenya. Instingnya sebagai seorang pengusaha akan mendorong kebijakan-kebijakan AS yang menguntungkan dunia usaha AS sebagai prioritas yang utama. Sehingga dengan demikian maka pada akhirnya perang dagang dan bisnis antara AS dengan China akan pecah, tinggal menunggu waktu dan kondisi yang tepat saja.
Dimanakah perang tersebut akan pecah?
Perang tersebut tidak akan mungkin terjadi di timur tengah, karena tidak ada kekuatan dominasi China di sana. Juga tidak mungkin terjadi di Eropa atau di AS, atau di China sendiri. Perang tersebut akan terjadi di Asia Tenggara, tempat dimana kekuatan dan pengaruh AS dan China ada dan Saling bertemu.
Nah, kalau kita mencermati lebih dalam lagi apa yang sesungguhnya tengah terjadi di negeri kita akhir-akhir ini, adalah sebuah konflik dari dua kekuatan besar tadi: AS melawan China. Setelah Donald Trump nanti resmi menjabat sebagai presiden AS yang ke-45, maka akan terjadi perubahan keseimbangan dunia. Sebagaimana bulan Agustus 2015 lalu ketika China melakukan devaluasi mata uangnya, maka dampaknya dirasakan oleh seluruh mata uang dunia termasuk dollar amerika. Maka nanti saat kebijakan presiden ke-45 AS diterapkan sebagaimana janji-janji kampanyenya, maka akan terjadi perubahan besar terhadap arus investasi dan perdagangan dunia. Dalam upayanya untuk menanggulangi kondisi ekonomi dalam negeri China yang sudah ‘over-heated’, China memerlukan daerah baru untuk menyalurkan modal usaha dan tenaga kerjanya. Akan terjadi arus investasi dan tenaga kerja ke negara-negara di Asia Tenggara. Inilah yang akan menimbulkan konflik.
Jadi sesungguhnya yang saat ini terjadi adalah konflik kepentingan dan pengaruh dari negara-negara besar seperti AS, China, Jepang dan negara-negara Eropa lainnya. Dominasi dan pengaruh AS dan China di negara kita ini ada dan nyata. Pengaruh AS di negeri ini terhadap tambang Freeport di Timika, pengaruh investasi China terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan beberapa proyek pembangkit listrik, adalah beberapa faktor yang akan berpengaruh terhadap setiap konflik dan pertikaian yang terjadi saat ini.
Jadi, betapa pun ramainya suara teriakan para demonstran pada tanggal 4 November yang lalu atau pada tanggal 2 Desember mendatang, maka substansi sesungguhnya adalah konflik dari pertemuan antara pengaruh dominasi AS versus China.
Kita, bangsa Indonesia sebenarnya tidak peduli terhadap konflik antara kedua negera adidaya AS dan China tersebut. Kita tidak memiliki kepentingan terhadap persaingan pengaruh dominasi kedua negara adidaya tersebut, kita juga tidak mau mengambil keuntungan apa-apa terhadap setiap pertikaian kedua negara tersebut. Satu-satunya yang harus kita jaga adalah: kita sama sekali tidak menginginkan konflik dan pertiakaian tersebut terjadi di Indonesia.
Sebagaimana yang telah terjadi di Afganistan, sebagaimana yang telah terjadi di Syria, kita tidak menginginkan hal yang sama terjadi di Indonesia.
Apabila ada diantara masyarakat Indonesia yang membenci dominasi China saat ini, atau apabila ada diantara masyarakat Indonesia yang membenci dominasi AS saat ini, maka silahkan apabila mau bertikai untuk melakukannya di luar Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, Bangsa yang dalam sejarahnya penuh dengan sikap toleransi dan menghargai segenap perbedaan, maka sikap bangsa ini adalah sudah sangat jelas: menginginkan hubungan yang damai terhadap AS dan hubungan yang damai dengan China.
Mudah-mudahan umat Islam yang saat ini tengah terbakar oleh hasutan orang-orang yang membenci dominasi China, orang-orang yang saat ini tengah terbakar oleh hasutan orang-orang yang membenci dominasi AS, menyadari kenyataan yang sesungguhnya. Jangan membuat konflik dan pertikaian di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran di lapangan telah dikonfirmasi, bahwa saat ini pasukan yang tidak terlihat telah berdatangan ke Indonesia dari segala penjuru dunia. Siap untuk menyulut konflik dan pertikaian baru di Indonesia, sebagaimana konflik yang telah terjadi di negara lainnya. Laporan dari penelusuran di lapangan telah diterima guru pada malam pengajian minggu lalu mengkonfirmasi keadaan saat ini yang memang sudah genting. Kita sedang diadu domba.
وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِينٍ
هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.” (QS 68:10-12)
Mudah-mudahan masyarakat kita menyadari keadaan yang sesungguhnya. Bahwa ini bukanlah semata-mata kasus penistaan agama, bukan kasus reklamasi pantai utara atau kasus seorang non-pribumi mencalonkan diri menjadi gubernur, tetapi akar permasalahannya adalah lebih jauh dan lebih luas dari itu. Kita sedang diadu domba, sebagaimana dahulu Snouck Hurgronje melakukan adu domba untuk kepentingan politik Devide Et Impera penjajah kolonial. (AK/ST)
Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 02.07