Home | Sejarah | Pimpinan | Inti Ajaran | Artikel | Arsip | Kontak Kami
Opini Aktual

Minggu, 26 Maret 2017

Mengenal Akal dan Pikiran

Dari seluruh kejadian dan mahluk Allah yang ada di alam semesta ini, ternyata ada suatu misteri yang paling dalam dan paling rumit untuk dapat dipahami dan dimengerti secara keseluruhan. Misteri yang paling dalam itu ialah manusia.

Barangsiapa yang sudah mengerti secara keseluruhan misteri dari hakekat manusia, maka dia pasti akan menemukan Allah.

Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani, Sebagaimana jasmani, maka rohani manusia juga terdiri dari beberapa anggota badan rohani. Salah satu dari anggota badan rohani tersebut adalah Ruh Sultoniyah, inilah bagian dari anggota badan rohani yang berfungsi untuk menyediakan akal bagi manusia. Jadi kalau pada anggota badan jasmani, manusia memiliki otak yang berfungsi untuk mnyediakan pikiran bagi manusia, maka pada anggota badan rohani, manusia memiliki Ruh Sultoniyah yang berfungsi untuk menyediakan pikiran bagi manusia. Sehingga dengan demikian maka manusia memiliki Akal dan Pikiran.

Seseorang yang meninggal dunia, maka jasmaninya hancur termasuk juga otaknya. Akan tetapi manusia tetap masih bisa mempergunakan akalnya, karena akal itu tidak mati sebagaimana jasmani dan pikiran.

Akal yang berasal dari Ruh Sultoniyah manusia adalah raja di dalam diri manusia, dialah yang mengontrol diri manusia dan mempertimbangkan setiap input atau masukan dari panca indera, dari pikiran otak, dari hati nurani atau dari hawa nafsu manusia. Semakin tua usia manusia, semakin dalam ilmu pengetahuan dan pengalaman hidupnya, maka akan semakin bijak akalnya dalam mengatur urusannya. Sehingga manusia yang sudah sempurna akalnya maka dia akan dapat mengontrol hawa nafsunya, dia akan dapat mempergunakan panca inderanya untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Kepada manusia yang tidak mau mempergunakan akalnya dengan bijak, menimbang mana yang baik dan mana yang tidak baik. Tidak mempergunakan akalnya dan membiarkan hawa nafsunya menguasai dirinya, maka Allah swt murka terhadap manusia yang seperti itu.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ
“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS 10:100)

Seseorang yang beriman, maka akalnya akan lebih cenderung untuk mendengarkan bisikan yang berasal dari hati nuraninya. Mengapa? Karena Allah swt apabila Dia memberi petunjuk kepada orang yang beriman, maka caranya bukanlah seperti mengeluarkan suara percakapan sebagaimana yang dilakukanNya terhadap Nabi Musa as di gunung Thur. Akan tetapi caranya Allah swt memberi petunjuk adalah melalui bisikan tanpa suara yang sangat halus di dalam hati nurani manusia.

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS 64:11)

Adapun sebaliknya, iblis tidak mampu menjangkau kedalaman dan kegaiban hati nurani manusia. Karena hati nurani manusia jauh lebih gaib dibandingkan dengan iblis atau malaikat sekalipun. Sehingga dengan demikian maka iblis, apabila dia menggoda manusia maka dia akan membisikan suatu hasutan kedalam pikiran manusia. Sebagaimana yang dilakukannya terhadap Adam dan Hawa ketika iblis menggodanya untuk memakan buah quldi yang dilarang Allah swt.

Dengan demikian maka akal (raja di dalam diri manusia) akan memutuskan apakah dia lebih cenderung untuk mendengarkan pikirannya, ataukah lebih cenderung untuk mendengarkan suara dari dalam hati nuraninya. Seorang yang beriman maka akalnya akan lebih cenderung untuk mendengarkan suara dari dalam hati nuraninya, tempat dimana Allah swt memberikan petunjukNya.

Begitulah kiranya isi dari penjelasan guru kita terhadap akal dan pikiran di suatu malam pengajian. Apabila anda meresapi benar-benar isi dari penjelasan guru kita itu, maka mudah-mudahan dengan izin Allah swt, Dia akan membimbing akal anda untuk mampu menangkap suara halus dari hati nurani yang paling dalam. Inilah yang membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir, yang membedakan antara orang yang mendengar dengan orang yang tuli, yang membedakan antara orang yang melihat cahaya terang benderang dengan orang yang buta. (AK/ST)


Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 23.35