Jumat, 23 Juni 2017
Jangan Mempertuhankan Agama
Jangan mempertuhankan agama dan jangan agama itu dijadikan tuhan, termasuk juga agama Islam. Saat ini sudah tampak kentara sekali beberapa gelintir ulama yang menjadikan institusi dan agama Islam menjadi tuhan baru, yang dengan dalil-dalilnya mereka mengajak seluruh umat Islam untuk tunduk patuh dan taat.
Agama Islam yang berisi aturan, petunjuk dan hikmah telah diselewengkan. Sehingga saat ini, secara tanpa disadari bahwa sebagian besar dari umat apabila mereka melaksanakan sesuatu atau mengerjakan amalan tertentu, adalah karena didasari oleh aturan dan petunjuk agama Islam. Sehingga akibatnya sebagian besar dari umat Islam saat ini, mereka merasa lebih dekat dengan aturan syariat agamanya dibandingkan dengan Tuhannya.
Sebagian besar dari umat Islam saat ini lebih mengenal aturan syariat agamanya dibandingkan dengan Tuhannya itu sendiri. Hal ini dikarenakan banyak ulama-ulama zaman sekarang yang lebih mengutamakan aturan syariat agama, sehingga syariat dijadikan tujuan dari perjalanan beragama seseorang. Tujuannya adalah untuk menegakan syariat agama. Dan metodenya adalah dengan mengajak umat untuk beramai-ramai menafsirkan kitab.
Akibatnya adalah kebanyakan umat Islam saat ini lebih mengerti dan mengenal dalil dan aturan syariat agama, seperti misalnya aturan untuk sholat, puasa, berzakat, atau berhaji, beserta dengan segala dalil-dalilnya. Dan justru kebanyakan dari umat Islam saat ini, mereka tidak mengenal siapakah Tuhan yang memerintahkan dan mengatur semua aturan syariat tersebut.
Itulah yang dimaksud dengan ungkapan di awal tulisan ini, yaitu kebanyakan dari umat Islam saat ini telah mempertuhankan agama.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tidak lain adalah karena peran dari perjuangan iblis dalam rangka untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus, di sepanjang zaman.
Dahulu kala, iblis telah berhasil menyesatkan para ulama Yahudi untuk membuat tafsiran dan aturan sendiri dari ajaran Nabi Musa as. Dengan penafsiran para ulamanya tersebut, maka kemudian disusunlah aturan syariat agama yang dengannya lalu bangsa Yahudi diperintahkan untuk taat dan menurutinya. Maka akhirnya hingga saat ini, bangsa Yahudi menjadi orang-orang yang lebih mengenal aturan agama tersebut dibandingkan dengan mengenal Tuhannya. Bangsa Yahudi telah mempertuhankan ulama-ulama mereka.
Demikian juga yang terjadi dengan kaum Nasrani. Iblis berhasil mempengaruhi para pendeta Nasrani untuk membuat penafsiran versi mereka sendiri terhadap kitab injil, yang hasilnya adalah ajaran trinitas. Akhirnya umat Nasrani pun ikut dan taat kepada ajaran hasil penafsiran para pendetanya, dan mereka kemudian mempertuhankan Isa al-Masih. Umat Nasrani lebih mengenal Yesus dibandingkan dengan mengenal Allah.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS 9:31)
Inti utama dari perjuangan iblis adalah menghalangi manusia dari Allah, Tuhan yang sebenar-benarnya. Penghalangnya itu adalah ulama, pendeta, Yesus, dan ajaran syariat agamanya itu sendiri.
Mengapa syariat agama bisa menghalangi seseorang dengan Allah? Karena syariat agama itu disusun berdasarkan penafsiran, sekali lagi penafsiran para ulama terhadap kitab Allah dan Hadits Nabi. Bukan berdasarkan petunjuk Allah atau tuntunan Rasul langsung terhadap kitab-kitab itu sendiri.
Inilah yang senantiasa menjadi perbedaan dan pemisah antara orang-orang yang beriman kepada Allah dengan orang-orang yang hanya memegang teguh ajaran syariat agama berdasarkan hasil olah pikir dan penafsiran para ulama. Keduanya sama-sama umat Islam, sama-sama menjalankan ajaran agama yang satu, akan tetapi keduanya itu berbeda. Yang satu menuruti ajaran agama berdasarkan petunjuk Allah, sedangkan yang satu lagi menuruti ajaran agama berdasarkan penafsiran terhadap kitab. Sama-sama sholat, sama-sama puasa, sama-sama berzakat dan pergi haji, tetapi keduanya berbeda.
Ajaran Tauhid yang diajarkan oleh guru kita, mengajak agar manusia kembali berorientasi kepada Allah, bukan kepada ajaran, berorientasi kepada petunjuk Allah, bukan kepada penafsiran, berorientasi kepada ketaatan kepada Allah, bukan ketaatan kepada ulama. (AK/ST)
Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 16.35