Home | Sejarah | Pimpinan | Inti Ajaran | Artikel | Arsip | Kontak Kami
Opini Aktual

Kamis, 17 Agustus 2017

Ilmu Adalah Cahaya

Pada suatu malam pengajian dibahas tentang salah satu perkataan dari Imam al-Ghazali yaitu bahwa Ilmu adalah Cahaya. Cahaya itu akan menerangi qalbu dan pikiran manusia, sehingga manusia menjadi tahu jalan mana yang harus dilalui. Manusia menjadi mengerti dan menjadi jelas atau gamblang terhadap seluruh realita yang ada di hadapannya.

Dalam hal menuntut ilmu, maka ada 2 cara yang dapat dilakukan oleh manusia. Cara pertama adalah dengan mengumpulkan informasi dari realita dunia, belajar dari pengetahuan orang lain yang diajarkan di bangku sekolah dan pengetahuan yang di dapat dari hasil pengamatan terhadap alam semesta. Kemudian hasil dari pengamatan tersebut diolah dan disimpulkan oleh otak manusia, kemudian dikumpulkan sebagai pengetahuan yang kemudian disimpan di dalam otak manusia. Orang yang telah menempuh proses pembelajaran akan menumpukan ilmu pengetahuan yang diperolehnya di dalam otaknya.

Cara pertama inilah yang banyak kita jumpai pada hampir sebagian besar manusia saat ini. Akan tetapi cara ini mempunyai kelemahan, yaitu kita tidak bisa mengetahui sesuatu yang belum pernah kita atau orang lain amati atau pelajari sebelumnya. Kita juga tidak bisa mengetahui sesuatu perkara yang ghaib, karena sesuatu yang ghaib tidak bisa diamati secara fisik. Padahal hampir sebagian besar realita yang terjadi dalam kehidupan dunia ini adalah bersifat ghaib, seperti misalnya perjalanan nasib, keberkahan hidup, kebahagiaan hidup, ketentraman hidup, dan sebagainya. Semua itu adalah perkara-perkara yang ghaib dan tidak bisa dipelajari ilmunya dengan cara pertama ini.

Kemudian cara yang kedua adalah dengan memperolehnya dari Allah swt langsung. Bagaimana caranya? Allah swt apabila Dia mengajarkan sesuatu ilmu kepada hambaNya, maka tidak seperti seorang guru yang mengajar di depan kelas. Tidak juga seperti suara bisikan di dalam diri seseorang seperti halnya bisikan syaithan ke dalam pikiran manusia. Tidak, tidak seperti itu. Allah swt apabila dia mengajarkan sesuatu Ilmu kepada hambaNya, maka tidak berupa huruf, suara atau gambar.

Caranya adalah dengan menampakan salah satu dari Nama Allah, yaitu Nur atau Cahaya. Apabila Cahaya Allah swt menerangi qalbu dan pikiran seseorang, maka kemudian qalbu dan pikiran orang tadi akan mengerti dan memahami sesuatu tanpa harus belajar terlebih dahulu. Persis seperti yang diajarkan Allah swt kepada Nabi Khidir as yang ditemui Nabi Musa as dan muridnya.

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS 18:65)

Bagian sebagian besar orang, kata-kata ‘Nur’ atau ‘Cahaya’ adalah dianggapnya sebagai kata-kata kiasan semata. Padahal bagi orang-orang yang gemar berzikir dan khusyu, mereka mengerti bahwa Cahaya Allah tersebut memang benar-benar Nyata, bukan semacam kata kiasan belaka.

Dengan cara kedua ini, seseorang menyadari bahwa pada hakekatnya manusia itu bodoh. Tidak ada manusia yang hebat, yang tinggi ilmunya. Tidak ada. Hanya Allah swt sajalah yang Maha Tinggi Ilmu-Nya, sedangkan manusia itu bodoh. Nabi Khidir as bodoh, Nabi Musa as bodoh, Nabi Isa as bodoh dan Ahmad bin Abdullah juga bodoh. Namun, mereka semua itu kemudian mendapatkan Cahaya dari Allah swt, yang kemudian dari Cahaya tersebut memancarlah melalui sanubari dan pikiran mereka yaitu Ilmu. Dari situlah kemudian para sahabat dan pengikut mereka belajar.

Setelah manusia mempelajari segala macam ilmu, maka pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa ilmu yang paling berguna itu adalah ternyata ilmu untuk mendekatkan manusia kepada Allah swt. Itulah setinggi-tingginya ilmu dan yang paling bermanfaat bagi manusia. Tidak ada yang lebih tinggi dan lebih bermanfaat dari itu.

Dan diantara ilmu yang bisa mendekatkan manusia kepada Allah swt ialah ilmu berzikir, yaitu untuk menjaga agar hati senantiasa mengingat Allah swt.

Hati yang senantiasa berzikir, ingat dan menyadari kehadiran Allah swt setiap saat akan peka dan sensitif terhadap kehadiran Cahaya Allah swt di dalam qalbunya. Semakin terang CahayaNya maka semakin jelas pula Ilmu yang diperoleh dan dipancarkannya. Jadi, mari berlomba-lomba untuk menggapai Cahaya Allah swt, agar menjadi terang hati dan pikiran kita, sehingga dengan terang tersebut kita bisa melihat jalan dan tidak tersesat dalam kehidupan dunia yang menipu ini. (AK/ST)


Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 08.33