Minggu, 29 Oktober 2017
Kewajiban Bermusyawarah
Musyawarah adalah salah satu kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam dalam mengatur urusannya. Jadi kita, umat Islam dilarang untuk meninggalkan kewajiban bermusyawarah ini. Hal ini sudah tegas dinyatakan Allah swt di dalam al-Quran.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS 3:159)
Ayat tersebut di atas turun di Madinah, yaitu tepat ketika perang Uhud selesai. Sebelum itu, pada saat menyusun strategi peperangan, Rasulullah saw telah menyusun strategi yang jitu, yaitu beliau memerintahkan pasukan pemanah untuk mempertahankan posisi di salah satu bukit Uhud yang tinggi dan tetap berada di tempat itu. Akan tetapi kenyataannya pada saat peperangan berlangsung, dan kaum kafir Quraisy yang sudah tercerai berai dan terpukul mundur, mereka membuang semua harta perbekalan mereka dengan maksud untuk mengelabui kaum muslimin.
Melihat begitu melimpahnya harta perbekalan yang ditinggalkan oleh kaum kafir Quraisy, maka pasukan pemanah yang berada di atas bukit tersebut kemudian tertarik untuk turun demi untuk memperoleh harta rampasan perang tersebut. Beberapa dari mereka mencegah, akan tetapi kemudian setelah mereka bermusyawarah, maka akhirnya diputuskan oleh mereka untuk turun dari bukit tersebut demi untuk mendapatkan harta rampasan perang.
Melihat kejadian ini, kemudian pasukan kaum kafir Quraisy melihat peluang. Mereka yang semula bergerak mundur kemudian berbalik dan melancarkan gelombang serangan ke arah kaum muslimin. Melihat hal yang tak terduga ini, kaum muslimin terperanjat dan tidak siap untuk menyongsong gelombang serangan kaum kafir Quraisy. Pasukan pemanah yang semula berada di atas bukit sudah tidak ada lagi disana. Sehingga tidak ada yang bisa menahan gelombang serangan tersebut. Akhirnya kaum muslimin lari dan mundur. Banyak sekali di antara mereka yang gugur seperti misalnya Mush’ab bin Umair dan Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi sendiri). Akhirnya kaum muslimin kalah dalam peperangan tersebut.
Setelah peristiwa tersebut kemudian Rasulullah saw sempat melarang segala macam bentuk musyawarah. Karena terbukti dengan musyawaran tersebut, kaum muslimin menjadi lengah, tidak taat pada perintah Rasulullah saw untuk bertahan di bukit Uhud, dan akhirnya mengakibatkan kekalahan dalam perang.
Nah, kemudian Allah swt meluruskan perkara ini, musyawarah tetap penting dan harus dilakukan oleh kaum muslimin. Dan kemudian Rasulullah saw meralat keputusan beliau sebelumnya. Itulah asbabun nuzul dari ayat al-Quran tadi. Coba perhatikan dan dibaca kembali ayat tersebut di atas. Maka semenjak peristiwa tersebut, maka musyawarah menjadi bagian dari kebiasaan dan budaya masyarakat muslim.
Di dalam musyawarah terdapat Rahmat Allah yang besar kepada kaum muslimin yang bersatu, bukan yang terpecah belah. Musyawarah adalah sebuah cara, alat dan jalan agar supaya kaum muslimin tetap bersatu dan tidak berpecah belah karena perbedaan pendapat. Buluh lidi yang diikat dan disatukan menjadi jauh lebih kuat dibandingkan dengan bercerai berai.
Berdasarkan peristiwa tersebut itulah, maka berabad-abad kemudian, Sukarno menjadikan musyawarah menjadi bagian dari kehidupan berbangsa. Ketika beliau akan menetapkan dasar negara Pancasila, maka beliau merumuskannya dalam suatu musyawarah dengan badan PPKI saat itu. Tidak dengan cara menetapkannya sendiri.
Akan tetapi sayang prinsip musyawarah seperti ini telah hilang di banyak kehidupan kaum muslimin. Diantara kaum muslimin pada hari ini ada yang merasa lebih benar, lebih utama dan lebih pintar dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga mereka tidak pernah bermusyawarah untuk bersatu. Akibatnya pada hari ini kita menemukan banyak sekali aliran dan golongan dalam umat Islam.
Padahal satu-satunya yang boleh memposisikan kebijakannya di atas musyawarah adalah Hikmah, yaitu Petunjuk Allah swt dan RasulNya. Sebagaimana pernyataan Allah swt berikut ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ
فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS 4:59)
Mungkin sebagian orang telah merasa dirinya paling benar menurut anggapannya sendiri, merasa sudah seperti Rasul. Sehingga boleh mengesampingkan musyawarah.
Padahal pemahaman dan pendapat sebagian orang tadi itu belum tentu merupakan Petunjuk Allah atau RasulNya. Mungkin hanya berupa penafsiran atau hasil olah pikir semata, yang belum tentu benar. Pendapat diri pribadi bukan merupakan bagian dari Petunjuk Allah dan Hikmah. Jadi mari kita jadikan musyawarah sebagai cara untuk bersatu dan menghindari perpecahan. (AK/SY)
Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 22.26