Kamis, 19 September 2024
Kontribusi Islam Radikal dalam Menghambat Penyebaran Islam
Islam radikal muncul pertama kali di timur tengah, utamanya berasal dari pengaruh paham Wahabi dan Salafi yang kemudian mencetuskan gagasan pendirian negara Islam berdasarkan Syariat.
Gagasan tersebut diterapkan oleh Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir pada jalur politik dan gerakan radikalisme dan terorisme serta peperangan oleh Jamaah Islamiyah. Jadi boleh dibilang keduanya itu hanyalah perbedaan jalur gerakan saja, namun akarnya sama.
Sebenarnya, di dalam ajaran agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak ada perintah untuk mendirikan negara Islam. Hal ini dikarenakan negara memang tidak bisa memaksakan pemberlakuan Syariat Islam kepada non-muslim yang menduduki negara tersebut.
Pemberlakuan hukum Syariat Islam yang dipaksakan kepada semua warga negara yang terdiri dari multi-etnis dan agama seperti di Indonesia, maka akan memantik perpecahan dan pertikaian.
Padahal dalam sejarahnya, bangsa Indonesia telah menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa sejak tahun 1908, yaitu ketika pertama kali organisasi kepemudaan Budi Utomo didirikan, yang kemudian dilanjutkan dengan sumpah pemuda pada tahun 1928. Seluruh pemuda dan pemudi Indonesia, dari berbagai etnik, suku, dan agama bersumpah untuk bersatu menjadi bangsa Indonesia.
Gagasan pendirian negara Islam juga menjadi tidak relevan dengan zaman, karena saat ini sudah tidak ada lagi perang agama. Peperangan yang ada sekarang ini adalah perang antar bangsa. Sehingga pendirian negara berdasarkan hukum agama tertentu menjadi tidak relevan dan cenderung untuk memecah persatuan yang sudah terbangun.
Gerakan Islam Radikal saat ini sungguh sangat merugikan Islam itu sendiri. Karena mengakibatkan stereotip yang buruk di mata orang non-muslim dalam memandang agama Islam. Islamofobia meningkat dimana-mana, di Amerika Serikat Islamofobia meningkat 200% setelah serangan teroris di gedung WTC. Hal yang sama juga terjadi di Eropa dan bahkan di China, Myanmar dan India, terjadi diskriminasi terhadap umat Islam.
Akibat dari gerakan Islam Radikal dan terorisme, maka penyebaran agama Islam tidak berkembang baik. Banyak orang-orang non-muslim merasa takut dan enggan untuk memeluk agama Islam karena stereotip yang diakibatkan oleh gerakan radikalisme dan terorisme tadi. Sampai dengan hari ini, dari total 8 milyar penduduk bumi hanya 1,8 milyar saja yang muslim, selebihnya adalah non-muslim. Artinya dari 5 orang penduduk bumi, 4 orang adalah non-muslim.
Gerakan Islam radikal dan terorisme berkontribusi langsung dalam menghambat penyebaran agama Islam. Mungkin kalau tidak ada gerakan tersebut, jumlah umat Islam hari ini akan jauh lebih banyak.
Padahal dalam ajaran Rasulullah saw, misi utama yang diemban beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, mengajak orang untuk beriman kepada Allah swt dan berbuat kebajikan. Bukan untuk mendirikan negara Islam.
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.” (QS 41:33)
Nah, dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa ide untuk mendirikan negara Islam di Indoensia sebagaimana yang dicetuskan oleh Sayyid Qutb, justru akan menghasilkan perpecahan dan pertikaian.
Beratus-ratus tahun lamanya bangsa Indonesia dipecah belah oleh penjajah asing, dan sekarang kita dihadapkan lagi dengan ide mendirikan negara Islam. Ini sama saja dengan kembali kepada ide para pengkhianat bangsa dan pemberontak. (AK)
Diposkan Oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN pada 23.00