Opini Aktual

Selasa, 26 November 2024

Apakah Poligami dalam Islam adalah Sunah?

Para pembaca yang budiman, poligami adalah salah satu topik yang paling hangat dan kontroversial dalam umat Islam saat ini. Banyak kasus perceraian yang dialami oleh pasangan suami istri karena sang istri tidak mau dimadu.

Sebaliknya tidak sedikit dari laki-laki yang menuntut istrinya untuk memperbolehkan dirinya menikahi wanita lainnya. Bahkan mereka itu berdalih bahwa syarat agar seorang istri dapat masuk surga adalah apabila dirinya mengikhlaskan suaminya kawin lagi. Benarkah demikian?

Menyatakan bahwa syarat seorang istri untuk dapat masuk surga adalah merelakan suaminya untuk melakukan poligami adalah bohong. Tidak benar. Di dalam al-Quran dan di dalam ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw, seseorang masuk surga adalah karena amal saleh yang diperbuatnya sehingga Allah swt merasa Ridho sehingga akhirnya memasukkannya ke dalam surga. Jadi bukan karena Ridho suami, karena suami bukanlah Tuhan.

Banyak terjadi kasus bahwa poligami itu justru bisa menjadi awal kehancuran rumah tangga, bibit pengkhianatan dan permusuhan serta tergelincirnya iman seseorang karena menuruti hawa nafsu. Sehingga kalau demikian halnya, maka seorang istri yang menolak poligami justru akan masuk surga.

Apakah poligami merupakan Sunah Nabi? Jawabannya adalah Tidak. Selama 25 tahun perkawinan nabi Muhammad saw dan Khadijah ra, tidak ada sepatah kata pun dari mereka yang menganjurkan umatnya untuk melakukan poligami. Sehingga dengan demikian seseorang yang melakukan poligami belum tentu akan mendapatkan pahala.

Justru apabila dengan poligami tersebut rumah tangganya menjadi berantakan. Anak terbengkalai dan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari ayahnya, maka poligami justru menjadi ajang perbuatan zalim seorang suami atau ayah. Apabila hal ini terjadi, maka sudah seharusnya poligami itu dilarang.

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۚ فَاِنْ
خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْ

“Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.” (QS 4:3)

Normalnya seorang suami yang menuruti hawa nafsu, maka akan sulit baginya untuk dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Apabila dasarnya adalah karena ketertarikan, kecantikan dan hawa nafsu, maka sudah pasti seorang laki-laki akan lebih sayang dan lebih mengutamakan istri mudanya. Jadi sekali lagi, dalam keadaan normal, seseorang hanya diperintahkan untuk menikahi seorang istri saja. Seorang istri saja. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.

Lantas, mengapa Rasulullah saw dahulu melakukan poligami? Para pembaca yang budiman, poligami itu memiliki background dan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang memiliki background karena tidak memiliki keturunan, karena istri yang sakit atau mandul, atau karena istri yang memiliki kekurangan sehingga dirinya rela untuk dimadu oleh suaminya.

Tujuan poligami juga bisa bermacam-macam, seperti misalnya untuk tujuan kemanusiaan, mengikat tali kekeluargaan, memperkuat pengaruh politik, untuk memperluas kekuasaan atau untuk menyebarkan keturunan.

Pada zaman dahulu, sudah menjadi hal yang lumrah apabila seorang laki-laki bangsawan arab berpoligami, memiliki istri belasan, puluhan bahkan sampai 60 orang istri. Itu adalah hal yang lumrah terjadi pada masyarakat Arab saat itu. Bahkan para raja seperti raja Heraklius dari kerajaan Romawi dan raja Kisra dari kerajaan Persia mereka memiliki ratusan orang selir.

Rasulullah saw sendiri melakukan poligami setelah wafatnya Khadijah ra untuk tujuan-tujuan tertentu seperti mempererat tali kekeluargaan, rasa kemanusiaan, dan sebagainya demi menegakkan dan menyebarkan agama Islam. Bukan atas dasar hawa nafsu atau karena ketertarikan kecantikan semata.

Nah, pada hari ini kondisi sosial masyarakat sudah jauh berbeda dengan saat itu. Bahkan raja dan kaisar pun hanya memiliki seorang istri saja. Memiliki lebih dari satu istri merupakan hal yang sangat aneh dan langka. Pada saat ini, tidak ada hal yang menjadikan seseorang wajib melakukan poligami.

Jadi kesimpulannya apabila saat ini Anda bukan seorang raja, bukan nabi atau orang yang memiliki tugas dan tujuan tertentu, tidak ada kondisi darurat seperti belum juga memiliki keturunan, jangan berpoligami. Kalau hanya karena faktor ketertarikan dan hawa nafsu, poligami berarti berbuat zalim. Dan berbuat zalim artinya adalah neraka jahanam.

Ide untuk berpoligami menjadi alasan paling kuat untuk ambruknya rumah tangga, sehingga tidak jarang akan berakhir pada perceraian karena istri tidak sudi dimadu.

Menurut data statistik di Indonesia pada tahun 2023 ada sekitar 1,5 juta pasangan menikah. Dan dari jumlah itu ada sekitar 463 ribu pasangan yang bercerai. Artinya di Indonesia sekitar 1 dari 3 pernikahan yang akan berakhir dengan perceraian. Angka yang cukup miris bukan?

Tulisan ini dimaksudkan juga untuk para ulama dan ahli hukum agama untuk segera membuat aturan berpoligami dan syarat-syaratnya, karena jumlah istri yang tersakiti dan terzalimi di Indonesia sudah sangat banyak. Ini sudah menjadi keadaan darurat. (AK)


Diposkan Oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN pada 22.45