Opini Aktual

Sabtu, 30 November 2024

Bolehkah Umat Islam Beroposisi dengan Pemerintah?

Sesungguhnya mereka yang menyangka bahwa dengan memiliki kekuasaan maka Islam akan tegak dan berjaya adalah suatu ilusi belaka. Karena kenyataannya tidaklah demikian, dan bahkan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw ternyata tidak mengajarkan hal yang demikian itu.

Di Indonesia sendiri, sejak satu dekade yang lalu partai Islam melakukan oposisi terhadap pemerintah yang berkuasa. Mereka sengaja menarik diri dari memberikan dukungan terhadap pemerintah yang berkuasa. Sehingga mereka menjadi partai yang sering mengkritik kebijakan dan langkah yang diambil oleh pemerintah.

Tidak sedikit dalam rangka mengkritik kebijakan pemerintah tersebut, di tengah masyarakat terjadi suatu gerakan horizontal yang dilakukan oleh para simpatisan partai Islam tersebut untuk menyebarkan ujaran kebencian, ajakan untuk membenci pemerintah, sampai dengan penyebaran berita hoaks dan fitnah kepada pemerintah. Partai yang tadinya mengklaim sebagai partai Islam justru sedikit demi sedikit menjadi partai hati busuk, tanpa disadari.

Dalam rangka mengkritik pemerintah yang berkuasa, mereka tidak peduli apakah fitnah yang disebarkan tersebut adalah sesuai dengan fakta kebenaran ataukah tidak. Mereka juga tidak peduli apakah pernyataan dan statement yang dikeluarkan mereka akan memecah belah persatuan bangsa atau tidak.

Para pembaca yang budiman, sebenarnya bolehkah umat Islam beroposisi dengan pemerintah? Jawabannya adalah Tidak. Di alam demokrasi seperti sekarang ini, pemerintah ditunjuk berdasarkan hasil pilihan seluruh rakyat Indonesia. Jadi kekuasaan yang mereka pegang adalah sah dan memiliki legitimasi hukum. Sesuai dengan ajaran agama Islam yang juga pernah dipraktikkan oleh para sahabat Rasulullah saw di bani Saidah ketika mereka bermusyawarah menentukan pengganti pemimpin sepeninggal Nabi saw.

Sikap membangkang terhadap pemerintah yang berkuasa adalah bertentangan dengan ayat al-Quran berikut ini:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ
فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulul amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).” (QS 4:59)

Contoh kasus yang pernah terjadi adalah ketika peristiwa revolusi melati di Tunisia memantik revolusi di negara-negara Arab lainnya, atau yang lebih dikenal sebagai Arab Spring. Kekuasaan presiden Ben Ali digulingkan oleh rakyatnya setelah berkuasa selama 23 tahun, dan digantikan dengan presiden Marzouki dan PM Hamadi Jebali. Lalu apa yang terjadi setelah itu? Justru perekonomian Tunisia makin terpuruk dan porak poranda, krisis sosial terjadi dimana-mana dan angka pengangguran naik. Sampai dengan hari ini 14 tahun setelah revolusi melati ternyata Tunisia masih mengalami krisis.

Hal yang sama juga terjadi di Suriah. Negaranya hancur porak poranda akibat revolusi yang bermula di kota Daraa yang dilakukan oleh sebagian rakyatnya terhadap presiden Bashar al-Assad dan kemudian memantik perang nasional. Akibatnya hari ini hampir seluruh infrastruktur dan kota-kota di Suriah hancur. Sebagian rakyatnya mengungsi ke luar negeri karena penderitaan yang luar biasa.

Di Mesir terjadi revolusi 25 Januari yang bermula di alun-alun Tahrir, Kairo dan kemudian meluas ke seluruh penjuru negeri dalam rangka protes untuk menggulingkan presiden Hosni Mubarak. Bentrokan dan kerusuhan terjadi dimana-mana, banyak dari pengunjuk rasa yang ditembak mati, sebaliknya para pengunjuk rasa membalas dengan membakar lebih dari 60 kantor polisi. Akhirnya presiden Mubarak mundur dan digantikan oleh pemerintahan transisi junta militer, yang ternyata tidak bisa memperbaiki keadaan perekonomian negeri itu. Investasi asing lari dari Mesir, harga-harga naik dan inflasi terlampau tinggi. Banyak dari tenaga-tenaga profesional Mesir lari ke luar negeri karena gaji mereka di dalam negeri tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Para pembaca yang budiman, demikianlah contoh kasus dari penerapan politik Islam yang tidak tepat dalam praktiknya. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintahan yang sah.

Dasar dari politik Islam adalah bermusyawarah. Dalam permusyawaratan (majelis musyawarah) tidak ada oposisi, yang ada adalah kompromi untuk mengakomodasi seluruh kepentingan dari berbagai kalangan, sehingga terjadi perdamaian dan tidak akan terjadi pertikaian. Hal yang demikian ini sebenarnya sudah dikaji oleh para pendiri bangsa Indonesia, sehingga hal ini kemudian menjadi dasar negara kita, yaitu bahwa rakyat harus dikontrol dan dibimbing oleh Hikmah dan Musyawarah.

Melakukan oposisi dan pembangkangan terhadap pemerintahan yang berkuasa di Indonesia adalah merupakan perlawanan terhadap dasar negara Republik Indonesia. Di dalam alam musyawarah tidak ada oposisi dan pembangkangan.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS 3:159)

Sebenarnya, tujuan dari ajaran Islam yang dibawa Rasulullah saw adalah menyebarkan agama Islam seluas-luasnya kepada seluruh manusia agar manusia saling mengenal dan menjadi insan yang bertakwa, bukan untuk merebut kekuasaan itu sendiri.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ
اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS 49:13)

Pada zaman dahulu, ketika Rasulullah saw ditawarkan kekuasaan dan harta oleh kaum musyrikin melalui Utbah bin Rabi’ah, tawaran tersebut ditolak beliau dengan membaca al-Quran surat Fushshilat ayat 1-5.

Jadi kesimpulannya adalah bahwa orientasi ajaran Rasulullah saw adalah penyebaran agama Islam, bukan perebutan kekuasaan. Mohon disadari hal tersebut. (AK)


Diposkan Oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN pada 14.55